Kini, saya hidup di sebuah dunia yang benar-benar baru. Tidak ada lagi orang tua yang bisa selalu di hubungi setiap kali kesulitan, tidak ada asisten rumah tangga yang akan datang setiap kali suara saya melengking memanggil nama mereka, tidak ada lagi kotoran yang dengan ajaibnya lenyap begitu kita menginjakkan kaki keluar rumah. Semuanya harus saya lakukan sendiri.
Tidak. Saat ini saya tidak sedang mengeluh. Saya cuma heran, betapa besarnya peran orang-orang di sekitar saya, yang dulu tidak saya perhatikan, dan kini mulai saya rindukan saat ini. Mulai dari kuli di bandara, sampai asisten rumah tangga, saya mulai merindukan mereka satu per satu. Tinggal sendiri juga membuat saya sadar betapa manja saya dulu, dan sedikit heran mengapa sampai saat ini saya bisa bertahan hidup mandiri. Tapi mau bagaimana lagi, inilah resikonya menuntut ilmu di luar.
Menuntut ilmu di luar... hmmm... kedengarannya seperti hebat ya? layaknya papan Hollywood yang berkelap kelip pada saat di lihat dari kejauhan. Namun, kenyataannya itu berat. Semuanya harus dilakukan sendiri, belum lagi dengan gegar budaya, dan kesulitan berkomunikasi. Apalagi jika saya sedang mengalami krisis emosional. Sempat sebal dengan film Laskar Pelangi, yang menggambarkan mengejar impian itu seperti sesuatu yang indah, seru, dan menyuntikkan idealisme semu ke otak orang-orang naif, menimbulkan euforia tentang mengejar impian. Tapi, sambil tersenyum saya pun bilang kepada diri saya sendiri "hey, itu kan film. Sudah seharusnya itu terlihat indah. Dan ini realita. Sudah seharusnya terasa pahit"
Terasa pahit, ataupun tidak, inilah jalan hidup yang sudah saya pilih, dan saya tetap ingatkan saya sendiri mengenai hal itu. Jujur, tiba-tiba saya teringat pembicaraan teman saya yang membahas soal jurusan kuliah saya ini. Iya, saya kuliah di jurusan Game Design, tanpa background seni sama sekali. Teman saya sempat mengkhawatirkan keputusan saya itu, namun hey, saya sedang euforia Laskar Pelangi waktu itu. Mana mungkin saya dengar (tertawa). Tidak sepenuhnya demikian,, namun, saya sangat yakin pada saat itu. Namun, sekarang, saya sempat merasa "apakah jurusan saya ini benar?" Mengingat teman-teman sekelas saya sudah lebih berpengalaman di bidangnya, ataupun sudah belajar hal itu sebelumnya, membuat saya jujur minder. Dan perasaan itu membuat saya mengingat pembicaraan saya dengan teman saya itu lagi dan mengulang pertanyaan yang dilontarkan dia waktu itu "Apakah elo yakin dengan pilihan elo, Fan?" Kemudian, saya diam, sempat merenung, dan khawatir setengah mati apakah saya akan menjadi salah satu mahasiswa yang putus tengah jalan?. 10 menit kemudian, saya tertawa. Selenting kalimat terlintas di pikiran "Jaman sekarang mana ada yang gampang. Mau elo pindah jurusan ya Fan, gak ada bedanya, semuanya sama-sama susah." Saya pun menyadari bahwa pada saat saya belajar entah itu research game, ataupun menggambar, saya sebenarnya menikmati proses pembelajaran itu, tapi semuanya itu tidak jadi nikmat pada saat saya lihat hasil karya teman yang bersinar-sinar saking bagusnya. Tapi kini saya sedang berusaha menghapuskan rasa minder itu perlahan-lahan, dan mulai fokus untuk belajar. Kalo minder mulu, kapan mau majunya? Saya tau, mungkin cerita saya tidak seindah Laskar Pelangi, tapi setidaknya cerita saya lebih nyata daripada cerita Ikal.
Dan saya tau, mungkin post ini siap akan jadi omongan mulut-mulut usil yang gak tahan buat komentar, mengkritik tanpa ampun, tanpa melihat bahwa hidup mereka sendiri gak sama bagusnya kayak hidup saya. *maaf, saya berbicara kenyataan, dan saya tidak emosi* Tapi saya yakin, ada akan orang-orang yang bertitel "Teman", yang siap akan membela saya tanpa ampun, dan mendukung saya secara tulus, setiap kali saya sedang letih bertempur dengan realita.
Sekali lagi,, saya tidak berpikiran untuk pindah jurusan ya.. jadi siapa pun yang tau mama saya, jangan bilang gitu. Bisa di gorok saya.. hehehee.. Dan saya tidak gengsi sama sekali untuk menunjukkan bahwa saya pernah memiliki keraguan "apakah saya masuk di jurusan yang benar?". Karena saya manusia, ada saatnya saya lemah, dan ada saatnya saya kuat.