Saya benci menggambar. Titik.
Kalimat itu terlintas pikiran saya, ketika SMP kelas 1, saya diharuskan membuat satu gambar vas lengkap dengan beraneka motif. Saya menyerah, dan meminta om saya menggambarkan untuk saya. Tapi, ketika ujian akhir mendekat, saya panik, dan berlatih menggambar vas setiap hari. Hasilnya pun bagus, lengkap dengan segala motifnya yang gak kalah bagus dengan milik om saya. Tapi, ujian akhir mengharuskan saya menggambar kuda. Sambel.
Kalimat itu juga terlintas, ketika saya SMP kelas 2. Saya malahan kali ini bersumpah untuk tidak mengambil jurusan yang mengharuskan saya menggambar. Tapi, waktu itu, saya menggambar hiasan untuk Paskah, dan terpilih untuk di pajang di suatu acara Paskah di SMP. Itu satu-satunya gambar saya yang mendapat nilai 8, bukan 6, atau 6.5, nilai yang saya dapat biasanya. Tapi, memandang jauh kembali ketika saya SD, saya ingat, bahwa saya adalah satu di antara murid yang senang menggambar. Entah di buku pelajaran, ataupun buku tulis. Tidak peduli seburuk apa bentuknya, saya tetap menorehkan pena saya di atas kertas. Tapi, tante saya menemukan buku itu, dan memarahi saya. Dia pun melarang saya untuk menggambar, sejak saat itu. Mungkin karena hasilnya tidak bagus, atau sama sekali tidak masuk akal buat dia. Tapi, itu benar-benar mematikan kesukaan saya dalam menggambar.
Mungkin sejak saat itulah, saya membenci menggambar. Kemudian, saya memilih untuk masuk jurusan Game Design. Entah karena modal nekat, atau hanya kemakan omongan sendiri. Di kelas, saya mengalami kesulitan dalam menggambar. Ditambah saya harus bersaing dengan teman-teman saya yang sudah menggambar sepanjang hidupnya. Jujur, saya sempat menyalahkan tante saya waktu itu. Tapi, kemaren waktu buka album kerjaan saya di FB, untungnya banyak sekali orang yang memberi komen positif. Saya pun mulai merasa bahwa mungkin saya bukannya tidak punya bakat, hanya saja saya kurang berusaha, kurang sabar. Mungkin juga, saya tidak benar-benar membenci menggambar. Dan, rasanya kurang pantas untuk menyalahkan orang, padahal itu sebenarnya menunjukkan malasnya saya, dan mencari-cari alasan untuk tidak berkembang.
Kini saya menyadari, bahwa sesuatu yang kamu benci itu tidak selalu buruk, dan tidak selamanya juga kamu akan membenci hal itu. Saya pun mulai perlahan-lahan membangkitkan perasaan yang pernah saya punya waktu kecil. Saya mulai belajar lagi, untuk mencintai sesuatu yang (pernah) saya benci itu, yaitu menggambar. :)